Posts

Apakah Anak Anda Bodoh dan Nakal?

Ibu-pukul-anak

Suatu saat, saya sedang sarapan bersama dengan istri dan anak saya. Di depan meja kami, ada 3 orang dewasa, dan 1 anak yang saya lihat mungkin usianya sekitar 3 tahun. Salah satu dari orang dewasa tersebut adalah nenek si anak. Saat hidangan mereka tiba, nampaknya si anak sedikit susah makan.

Setelah sedikit dipaksa oleh si nenek, akhirnya si anak pun mulai mengambil sendok, dan mulai menyendok makanannya. Mungkin karena sedikit malas – malasan, makanannya malah kena rambut. Langsunglah si nenek segera bertindak, pukulan maut ~ plak – plak ~ hueee… menangislah si anak.

Oleh kedua rekannya, dibilang “jangan begitu sama anak, anak tidak boleh dipukul” dan segera dijawab “biar saja. Dia memang anak nakal”

Sambil saya menunggu makanan kami datang, di tempat yang tidak terlalu ramai tersebut, otomatis semua pertunjukan tadi saya saksikan. Dan saya cuma bisa miris, saat si anak mendapatkan pukulan, dan dia di cap sebagai anak nakal.

Saya yakin kita semua pasti pernah menyaksikan hal seperti yang saya saksikan di atas. Tidak sama pastinya, tetapi pasti ada kemiripan. Misalnya, pernah juga saya mendengar dari teman yang menyaksikan orang tua yang menggendong anak perempuannya. Oleh teman si orang tua, dibilang “wah cantik ya anaknya”. Bukannya bangga akan pujian tersebut, malah yang keluar adalah “ahh, dia ini nakal kok”. Nah lho?

Mengulang pertanyaan yang menjadi judul artikel ini : Apakah anak Anda bodoh dan nakal?

Sejak saya mendalami teknologi pikiran, dan yang akhirnya berlanjut menjadi seorang hipnoterapis dari Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, ada satu kesimpulan yang saya tarik, yaitu tidak ada anak bodoh dan nakal. Yang terjadi, hanyalah “cap” atau “label” negatif tertentu yang diberikan kepada seorang anak, sehingga anak menjadi seperti yang dilabelkan.

“Tapi kan memberi cap juga karena perbuatan si anak”, begitu sanggahan seorang rekan ketika saya berdiskusi tentang hal ini.

Jadi begini sebetulnya. Mengacu pada teori tangki cinta, seorang anak memiliki dua buah tangki cinta yang harus diisi oleh kedua orangtua. Nah, saat “isi” dari tangki cinta ini mulai berkurang sampai pada batas tertentu, si anak akan meminta tangki cintanya untuk diisi. Tentu saja dia tidak akan bilang ” Pah / Mah, saya minta tangki cinta saya diisi donkk “. Yang Anak lakukan adalah, mungkin di awal – awal, dia sedikit lebih manja kepada orangtuanya. Jika orangtua tidak menyadari, anak melakukan yang lebih dari tindakan manja, misalnya mulai malas makan. Nah, jika orangtua masih belum paham, si anak akan berusaha lagi dengan segara cara, untuk minta tangki cintanya diisi. Saat anak berusaha, orangtua yang tidak mengerti, mulai memberi label pada si anak. Anak nakal, anak bandel, anak bodoh, dst.

Saat label sudah diberikan, dan itu terus dilekatkan kepada diri si anak, itu akan menjadi nubuat yang terpenuhi. Si anak akan menjadi apa yang dilabelkan pada dirinya.

Menjadi papah – mamah / bapak – ibu itu gampang, tetapi menjadi orangtua butuh pembelajaran. Disini dibutuhkan kerendahan hati dari orangtua, untuk mau belajar tentang anaknya. Apalagi jika orangtua punya anak lebih dari satu, orangtua harus memahami anak – anaknya, karena tiap pribadi adalah unik, berbeda satu dengan yang lain.

Jadi, benarkah Anak Anda bodoh dan nakal, atau dia hanya menjadi “korban” label negatif?